Minggu, 06 Juni 2010

DAS. EKONOMI REGIONAL

A. INDONESIA MENGHADAPI MULTILATERALISME DAN REGIONALISME
Di tengah perkembangan yang di tandai oleh saratnya kepentingan nasional dalam proses negosiasi di tingkat bilateral, regional maupun multilateral, maka semakin penting bagi Indonesia untuk menentukan sikap dan menempatkan posisi yang sejelas-jelasnya. Jika tidak kita akan terombang – ambing diantara pergumulan kepentingan yang saling bertolakbelakang. Sebelumnya perlu ditetapkan terlebih dahulu target jangka pendek dan jangka panjang yang hendak dicapai secara jelas sehingga biaya manfaatnya lebih bisa terukur dan transparan.
Mungkin yang tidak kalah penting lagi yaitu bagaimana mengaitkan strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi domestik dengan langkah-langkah yang ditempuh di tingkat internasional. Dapat dimisalkan, apabila posisi pemerintahan semakin lemah dalam menghadapi berbagai kelompok kepentingan bisnis di dalam negeri sehingga sering terbentur dalam mengupayakan peningkatan efisiensi dan daya saing nasional. Dalam keadaan demikian, pemerintah secara sadar dan sistematis bisa berupaya untuk menjalin kerja sama (berakar konsesi) yang memungkinkan para produsen dalam negeri terseret ke dalam kancah persaingan yang lebih ketat, sehingga makin tumbuh kesadaran akan pentingnya tekad untuk meningkatkan efisien usaha.
Dengan begitu, kesejahteraan konsumen dalam negeri dapat meningkat, sementara seleksi pasar akan menciptakan lapisan pengusaha yang tangguh dan semakin kokoh daya saingnya dalam mendobrak pasar luar negeri. Alokasi sumber daya di dalam perekonomian pun semakin optimal.
Bagi Indonesia, seandainya memilih untuk menentukan posisi tegas untuk mengakselerasikan kerjasama regional dalam kerangka AFTA dan APEC maka tantangan untuk memperkuat home front tidaklah sederhana. Karena, paling tidak Indonesia harus membuka pasar domestiknya bagi produk-produk dari sesama anggota ASEAN dan APEC. Jadi, apa pun skenario yang bakal berlangsung tampaknya malasah inti yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana memperkuat home front sehigga seluruh pontensi yang dimiliki bisa diekspoitasikan secara optimal. Kunci dari penguatan home front ini adalah bagaimana membentuk dunia usaha yang tangguh sehingga perubahan di lingkungan internasional.
Yang hingga kini belum muncul di dalam berbagai langkah pemerintahan ialah konsistensi antara goals, sasaran dan target. Bagaimana misalnya kebijakan moneter dan fiskal diabdikan untuk mendukung strategi pembangunan jangka panjang, strategi industrialisasi dan kebijakan investasi. Terkesankan, misalnya, bahwa penyusunan RAPBN kita masih digumuli oleh persoalan-persoalan diseputar patokan harga minyak, target penerimaan pajak, pembayaran cicilan dan bunga pinjaman, namun masih belum sama sekali menyentuh persoalan-persoalan strategi diseputar kebijakan industrialisasi dan pembangunan ekonomi secara umum.
Di tengah keadaan seperti ini, maka wajar saja jika para pengusaha menjadi riskan untuk menerapkan visi jangka panjang dalam melakukan investasinya. Dengan begitu perekonomian akan sangat rentan terhadap berbagai gejolak internal dan eksternal. Akhirnya, kita tak tahu bagaimana bersikap dan menentukan posisi di tengah maraknya blok – blok ekonomi.
Untuk bahan referensi yang lebih lengkap, untuk lebih banyak mengetahui tentang APEC secara rinci, ada baiknya memperhatikan hasil deklarasi dalam pertemuan APEC yang terakhir di Bogor pada tanggal 15 November 1994 yang lalu.

B. DILEMA NEGARA BERKEMBANG
Benua Afrika sebelah selatan Gurun Sahara mengalami tragedi kemanusiaan yang sangat pedih, tingkat hidup semakin merosot, kemiskinan semakin meluas, kelaparan serta kematian semakin merajalela. Hingga kini belum tampak adanya titik terang yang memberikan harapan bagi umat manusia yang sedang dilanda malapetaka di benua itu.
Di Amerika Latin (yaitu Amerika Selatan dan Amerika Tengah) sedang berlangsung kemerosotan ekonomi yang sangat tajam sejak permulaan tahun – tahun 80an. Meskipun banyak usaha yang telah ditempuh namun belum juga tampak jalan keluar dari krisis utang luar negeri yang sedang dialami Negara – Negara Amerika Latin tersebut.
Negara – Negara berkembang di Asia Barat (Timur Tengah) yang banyak menghasilkan minyak bumi, belum berhasil keluar dari akibat pukulan kemerosotan tajam harga minyak bumi pada pertengahan tahun – tahun 80an. Timur Tengah adalah sebutan orang Eropa melihat ke arah timur, ada Timur Tengah dan wilayah kita mereka sebut Timur Jauh.
Di Asia Selatan (Pakistan, Sri Lanka, India, Bangladesh, Nepal) belum tampak gerak kemajuan ekonomi yang cukup berarti meskipun Negara – Negara tersebut tidak juga mengalami kemunduran seperti halnya Negara – Negara di Amerika Latin atau Afrika.
Negara di Asia Timur dan Asia Tenggara merupakan pengecualian yang sangat menonjol diantara Negara – Negara berkembang di dunia. Dengan pengecualian Filipina, Myanmar serta Negara – Negara di kawasan Indo – Cina, Negara – Negara berkembang di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara tersebut telah berhasil dengan gilang – gemilang mengatasi tantangan ekonomi dunia yang ganas selama dasawarsa 80an dan bahkan berkembang dengan lebih pesat.
Selain resesi yang sangat tajam selama tahun – tahun permulaan 80an, maka dalam dasawarsa tersebut arus modal dari Negara – Negara industry ke Negara – Negara berkembang sangat merosot. Arus modal swasta tidak tertarik untuk bergerak ke Negara – Negara berkembang, kecuali ke Negara – Negara di Asia Timur dan Asia Tenggara. Arus modal swasta tidak tertarik untuk bergerak ke Negara – Negara berkembang kecuali ke Negara – Negara Asia Timur dan Asia Tenggara.
Diantara Negara – Negara berkembang masih ada ragu – ragu untuk sepenuhnya memusatkan usaha kepada ekspor ke pasaran Negara – Negara industry. Kekhawatiran mereka antara lain ialah apakah langkah tersebut tidak menyebabkan sangat tergantung Negara berkembang pada sasaran Negara industry. Jadi, apabila Negara berkembang sepenuhnya berusaha mengekspor ke Negara industri maka timbul pertanyaan apakah hal tersebut tidak akan mengakibatkan ketergantungan Negara berkembang kepada Negara industry, sebagaimana ketergantungan suatu koloni terhadap induknya di Eropa pada zaman dulu.
Selama ekonomi Negara industry membaik maka tidak ada kekhawatiran, tetapi apa yang terjadi bila Negara industri dilanda resesi. Bukankah impor dari Negara berkembang akan merosot dengan tajam.
Dilema lain yang dipermasalahkan ialah apa yang akan terjadi bila banyak Negara berkembang menghasilkan barang industri untuk ekspor. Bukankah hal tersebut, mendorong Negara industry untuk mengambil langkah proteksi yang semakin tajam. Hal tersebut bisa terjadi bilamana ada defisit neraca perdagangan yang besar dengan Negara tertentu. Dengan kata lain, bilamana ada ketidakseimbangan yang besar antara ekspor dan impor, dalam arti impor jauh lebih besar dari ekspor. Apabila Negara berkembang yang bersangkutan juga meningkatkan impornya maka tidak terjadi kenaikan defisit di Negara industry sehingga juga tidak perlu meningkatkan proteksinya.
Masalah lain yang juga membawa dilemma adalah langkah – langkah penyesuaian structural dan reformasi ekonomi. Langkah – langkah penyesuaian structural antara lain berbentuk deregulasi yang bertujuan memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi dunia usaha. Ada beberapa Negara berkembang yang masih ragu – ragu untuk melaksanakan langkah tersebut. Mereka melihat permasalahannya sebagai langkah mengurangi peranan pemerintah dan menyerahkan pembentukan harga kepada mekanisme pasar. Mekanisme pasar mempunyai banyak kelemahan, diantaranya tidak ada pasar yang sempurna, yang ada hanyalah pasar yang tidak sempurna (imperfect market). Oleh karena yang ada adalah pasar tidak sempurna maka bilamana diserahkan kepada mekanisme pasar, mungkin terjadi hal – hal yang tidak diharapkan. Antara lain dikhawatirkan yang besar menjadi semakin besar, sedang yang kecil semakin tertindas. Oleh Karena itu, pemerintah perlu mengambil opera pa yang perlu dilakukan melalui mekanisme pasar. Itulah yang banyak terjadi di banyak Negara berkembang dan yang dulu juga terjadi di Negara Indonesia.
Hambatan yang besar bagi Negara berkembang adalah birokrasi yang kuno, yang besar dan yang kurang kemampuannya tetapi diserahkan dengan banyak urusan. Adalah penting sekali, bagi Negara berkembang untuk berhasil memperbaiki atau memodernisasi birokrasi. Selanjutnya menugaskan birokrasi yang terdiri dari tenaga – tenaga yang benar – benar mampu untuk melaksanakan kegiatan yang tidak dapat atau tidak pada tempatnya dilakukan oleh mekanisme pasar. Apabila suatu kegiatan tidak dapat dilakukan oleh mekanisme pasar maka dilakukan oleh birokrasi.
Demikian pula apabila ada kegiatan yang tidak pada tempatnya dilakukan oleh mekanisme pasar maka kegiatan itu dilakukan oleh birokrasi atau aparatur pemerintah. Bagi kebanyakan Negara berkembang, salah satu hal yang paling sulit adalah menegakkan disiplin anggaran belanja Negara. Hal ini kelihatannya mudah, tetapi sesungguhnya sangat sukar dan penuh dilema. Adapun sebabnya karena macam keperluan banyak sekali sedang jumlah dana yang tersedia sangat terbatas. Memang tidak mudah bagi suatu Negara berkembang untuk menegakkan disiplin anggaran belanja.
Kemudian setelah itu, kenyataan bahwa untuk meningkatkan produksi diperlukan investasi dan untuk memungkinkan investasi diperlukan tabungan dan tabungan di masyarakat hanya mungkin bilamana masyarakat mengendalikan diri dalam konsumsi. Dilema bagi banyak Negara berkembang ialah adanya perkembangan komunikasi, termasuk industry periklanan, yang sangat cepat dan luas serta kecenderungan lapisan atas di Negara berkembang untuk mengikuti pola hidup lapisan atas Negara industry. Perkembangan komunikasi, termasuk industry periklanan yang sangat mempengaruhi pola konsumsi tampak dalam. Sementara majalah di Negara berkembang, halaman yang satu menceritakan pentingnya hidup sederhana, sementara halaman berikutnya menawarkan berbagai macam barang yang luar biasa mewahnya. Di Negara berkembang ada kecenderungan lapisan atas bukan saja mengikuti pola hidup Negara industry melainkan pola hidup lapisan atas Negara industry.
Akibatnya ialah bukan saja menciutkan sumber daya untuk investasi, melainkan timbulnya kesenjangan serta berkurangnya kesediaan masyarakat luas untuk membatasi konsumsi yang diperlukan untuk mendorong kegiatan produktif. Kesenjangan timbul antara lapisan atas yang jumlahnya sedikit dan lapisan rakyat yang jumlahnya banyak. Kesenjangan ini menyebabkan lapisan atas tidak mungkin berhasil mengajak lapisan rakyat banyak untuk membatasi konsumsinya. Dengan demikian, konsumsi meningkat dengan cepat sehingga tingkat tabungan menurun dan demikian pula tingkat investasi.
Dilema lainnya bagi Negara berkembang yaitu kebutuhannya akan investasi semakin meningkat sedang sumber – sumbernya terbatas. Peningkatan keperluan tersebut antara lain disebabkan oleh karena kurangnya perhatian pada soal pemeliharaan serta penggunaan. Juga meningkatnya keperluan akan prasarana social, lebih – lebih dengan meluasnya proses urbanisasi. Di banyak Negara berkembang, ada kecenderungan membangun banyak proyek dan gedung baru, akan tetapi kurang sekali perhatian terhadap pemeliharaan. Begitu pula banyak proyek dan gedung dibangun akan tetapi tidak dipergunakan sepenuhnya.
Demikian pula dalam hubungan antara Negara berkembang dengan Negara industry tidak sedikit dilema yang dihadapi Negara berkembang. Salah satu diantaranya ialah hasrat Negara berkembang untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini menyangkut masalah lingkungan. Negara – Negara industry menunjukkan hasrat yang besar untuk menggalang kerjasama di bidang ini dengan Negara – Negara berkembang. Berlainan sekali dengan sikapnya mengenai kerjasama di bidang – bidang lain. Sebabnya karena masalah lingkungan secara langsung menyangkut kepentingan mereka, sedang masalah – masalah lain (proteksionisme, arus modal, beban utang Negara berkembang, harga komoditi, dan lain – lain) tidak demikian halnya.
Negara – Negara industry enggan sekali jika diajak membicarakan merosotnya harga komoditi barang pertanian dan hasil pertambangan di pasar dunia. Begitu pula mereka tidak menunjukkan gerak apabila ada pembicaraan mengenai proteksionisme dan arus modal dari Negara industry ke Negara berkembang yang kini sangat menurun. Demikian juga penyelesaian yang tuntas masalah beban utang Negara berkembang tidak memperoleh perhatian yang sewajarnya.
Salah satu dilemma bagi Negara berkembang ialah bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan peningkatan industrialisasi. Untuk itu diperlukan energy seperti minyak bumi, batu bara dan tenaga air. Oleh karena pembakaran menghasilkan CO2 dan hal ini mengakibatkan naiknya suhu temperatur bumi, maka diusahakan pembatasan penggunaan minyak bumi dan batu bara sebagai sumber energy. Penggunaan air pun perlu sangat hati – hati agar tidak merusak lingkungan.

C. MENGANTISIPASI DAMPAK PASAR BEBAS DALAM GLOBALISASI
System ekonomi pasar bebas adalah konsepsi derivative dari system liberalism dan kapitalisme Barat, yang Barat pun tidak sepenuhnya dipraktekkan pasar disahkan mengatur perekonomian melalui tangan yang tidak terlihat (invisible hand).
System ini tidak menghendaki campur tangan siapa pun termasuk campur tangan pemerintah. Lalu system ekonomi pasar bebas semacam itu melahirkan perang tanding bebas pula antar pelaku – pelaku pasar yang kita kenal dengan istilah free fight liberalism. Padahal mekanisme pasar bebas tidak lain dan tidak bukan adalah mekanisme lelangan (auction mechanism). Yang mempunyai uang dan paling mampu menawar tertinggi akan menjadi pemenang dalam lelang. Kita dapat menyebut system ini sebagai system kedaulatan pasar.
Kita tidak menolak proses globalisasi ekonomi. Politik isolasi bukan lagi merupakan pilihan karena kita akan tertinggal dan ditinggalkan. Disamping itu, kita berkewajiban membangun dunia baru. Sejak semula kita bertekad ikut aktif berperan dalam membentuk dunia baru yang beradap dan berkeadilan. Sejak Indonesia merdeka, kita telah menetapkan diri sebagai pelaku aktif global.
Tentang keterbukaan perekonomian, kita berharap perekonomian dunia, sikap kita harus tegas dan eksplisit, minimal harus tegas dan sungguh – sungguh. Tiga hal berikut ini merupakan sikap hati – hati dan waspada, yaitu :
1. Dalam melibatkan diri secara aktif dalam proses globalisasi kita menolak terjadinya proses dominasi dari Negara ekonomi kuat terhadap Negara ekonomi lemah.
2. Kita harus mampu mentransformasikan proses globalisasi menjadi proses interdependensi, menangkis dependensi yang menjadi sumber neo-eksploitasi.
3. Dalam menghadapi keterbukaan internasional, baik liberalism perdagangan maupun liberalism investasi, kita harus tetap tangguh dan sadar kedaulatan (sovereignty).
4. Kepentingan nasional harus menjadi tolok ukur utama. Kita tidak boleh menjadi lembek sekedar agar tampak rukun dalam hubungan antarnegara. Baik dalam menerima liberalisme perdagangan dan investasi dari luar ataupun memanfaatkan liberalisasi perdagangan dan investasi keluar. Kesemuanya harus berdasarkan syarat dan kepentingan kita, bukan syarat dan kepentingan mereka. Keterbukaan berdasarkan liberalisme tampaknya perlu kita hindari.
Keterbukaan dan liberalisasi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi global (global economic efficiency). Kita tidak boleh begitu saja percaya pada hubungan antara utara dan selatan serta timur dan barat. Utara selalu berkehendak mendominasi selatan, utara selalu menempatkan selatan dalam hubungan ekonomi subordinasi, selatan untuk waktu yang panjang akan hanya menjadi perpanjangan ekonomi utara dengan segala akibat subordinasinya.
Sementara itu, di masa depan kolusi Barat – Utara tidka mustahil terjadi untuk membentuk suatu kekuatan baru ekonomi yang akan mendominasi dunia. Menghadapi keterbukaan ekonomi global adalah dengan menciptakan keunggulan komparatif baru, menghindari dependensi terhadap asing dan dominasi oleh kekuatan asing, membentuk interdependensi internasional, serta mengembangkan alternative dan kesempatan ekonomi. Memang kita akui bahwa keterbukaan ekonomi global dengan perdagangan dan investasi bebasnya, disamping memberikan tantangan juga membukakan peluang.

D. KOMENTAR
Ditengah kekhawatiran Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang di dunia terhadap multilateralisme dan regionalisme, maka perlu kiranya Indonesia menentukan sikap yang tegas sebagai cara dalam menyikapi setiap dominasi yang kerap dilakukan oleh Negara – Negara industry maju. Indonesia perlu menguatkan system ekonomi dan pertahanannya agar tidak mudah digoncang oleh Negara – Negara berpengaruh tersebut. Karena apabila ekonomi Indonesia goyah dan tidak kuat maka ketahanan Negara akan sangat mudah diperkeruh dan menjadi tidak stabil.
Sebagai Negara berkembang tentunya Indonesia bukan tanpa dilema. Seperti halnya Negara – Negara berkembang lainnya, Indonesia juga memiliki segudang dilema dalam membangun kawasannya. Dilema – dilema itu berasal dari segala aspek, mulai dari segi ekonomi, politik, social maupun budaya. Sebut saja dilema yang paling buruk yang pernah menimpa perekonomian Indonesia yaitu pada saat terjadinya krisis moneter era 90an. Berkaca dari dilema yang pernah menjadi pengalaman pahit bangsa ini, maka patut kiranya Negara kita ditopang oleh pakar - pakar yang memang telah menjadi ahli dalam bidangnya sehingga bidang yang ditugaskan tersebut dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti dan demi menjadi tembok yang kokoh bagi sektor yang telah ditugaskan.
Kemudian, untuk mengantisipasi dampak dari adanya pasar bebas dalam globalisasi, Indonesia wajib menciptakan dan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya demi tuntutan arus globalisasi. Seperti diketahui bersama, bahwa globalisasi berdampak pada persaingan suatu Negara dengan Negara lainnya dalam hal menciptakan kreatifitas dan kemajuan sehingga mampu mendominasi dan menguasai pangsa pasar internasional. Apabila Indonesia lamban dalam menanggapi keterbukaan ekonomi global yang terus berjalan, maka dikhawatirkan Indonesia akan menjadi Negara yang semakin tertinggal dan miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar