Minggu, 13 Juni 2010

MUKH. PEMBANGUNAN PERTANIAN

A. Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian – penelitian, pengembangan teknologi pertanian yang terus menerus, pengembangan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi sebagai sektor pemimpin ( leading sector ) yang diharapkan mendorong perkembangan sektor – sektor lainnya.
Dalam merumuskan model pembangunan ekonomi yang lebih teliti, pertanian tidak hanya diharapkan dengan industri dalam model dua sektor ( two sector model ) tetapi model antar – sektor. Walaupun dalam penyusunan repelita tidak digunakan model – model makro ekonomi yang kompleks karena data yang diperlukan masih belum tersedia dalam kuantita – kuantita yang diteliti, namun analisa yang mendalam atas kebijaksanaan dan program – programnya akan menunjukkan hubungan antarsektor yang erat. Sektor perdagangan misalnya sebagai sektor yang bersifat melayani sektor – sektor lainnya berperan sangat penting dalam mendorong pembangunan pertanian melalui berbagai kegiatannya.


B. Model – model Pembangunan Pertanian
Terdapat beberapa model pembangunan pertanian yang terkenal diantaranya model Jepang, model Mexico, model Stalin dan model Israel. Beberapa model tersebut mempunyai ciri masing – masing serta memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri. Model Stalin diikuti oleh negara – negara sosialis Eropa Timur, Cina, Kuba dan lain – lain. Model Israel dipelajari dengan tekun oleh negara – negara Afrika. Model Jepang dan Mexico merupakan dua model yang sangat berbeda. Yang satu didasarkan atas usahatani kecil – kecil ( seperti di Indonesia ) sedangkan yang terakhir adalah didasarkan atas perusahaan pertanian yang komersial yang sangat efisien dan jumlahnya tidak banyak. Walaupun telah disebutkan bahwa model Jepang kiranya adalah paling dekat dengan keadaan pertanian di Indonesia, namun sudah pula ditunjukkan bahwa syarat – syarat yang dimintanya tidak mungkin dapat dipenuhi dalam keadaan seperti sekarang ini. Pertama, pembangunan pertanian di Jepang berhasil karena dapat dilakukan secara serentak antara sektor pertanian dan sektor industri. Kedua, sektor tersebut saling membantu dan kemajuan yang dicapai sektor industri jauh lebih cepat daripada sektor pertanian, sehingga kenaikan tenaga kerja sektor pertanian semuanya dapat diserap oleh sektor industri baik yang sangat modern maupun yang setengah modern.
Kedua, (antara lain karena tidak diinginkannya modal asing) dana – dana pembangunan sebagian besar disumbangkan oleh sektor pertanian dalam bentuk pajak tanah dan cukai yang berat. Penarikan dana – dana ini dimungkinkan karena cepatnya kenaikan produktivitas sektor pertanian. Jumlah penduduk dan tenaga kerja yang terus berkurang secara absolut menyebabkan dapat diadakannya tabungan dan investasi yang besar.

C. Syarat – syarat Pembangunan Pertanian
A.T. Mosher dalam bukunya Getting Agriculture Moving (1965) telah menganalisa syarat – syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolong – golongkannya menjadi syarat – syarat mutlak dan syarat – syarat pelancar. Menurut Mosher ada lima syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya pembangunan pertanian.
Jika satu saja syarat – syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus tapi statis. Syarat – syarat mutlak itu menurut Mosher antara lain yaitu :
1. Adanya pasar – pasar untuk hasil usahatani.
2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
3. Tersedianya bahan – bahan dan alat – alat produksi secara lokal.
4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.
Disamping syarat – syarat mutlak tersebut, ada lima lagi yang adanya tidak mutlak tetapi jika ada akan benar – benar sangat memperlancar pembangunan pertanian. Yang termasuk syarat – syarat untuk memperlancar tersebut yaitu :
1. Pendidikan pembangunan.
2. Kredit produksi.
3. Kegiatan gotong royong petani.
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

D. Teknologi dan Pembangunan Pertanian
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin – mesin dan cara – cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula Revolusi Hijau mulai tahun 1969 / 1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibandingkan bibit – bibit yang dikenal sebelumnya.
Dalam menganalisis peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian kadang – kadang digunakan dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama dan sering dipertukarkan karena keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (technical change) dan inovasi (innovation). Istilah perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang – barang dan jasa – jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas.


E. Menuju Teori Pembangunan Pertanian bagi Indonesia
Teori – teori pembangunan pertanian dan pembahasan atas aspek – aspek ekonomi dari pembangunan pertanian dan persoalan – persoalan pertanian pada umumnya dibagi dalam empat segi pandangan, yaitu :
1. Pandangan sektoral yaitu pertanian ditinjau sebagai satu sektor berhadapan dengan sektor – sektor lainnya dalam perekonomian nasional.
2. Masalah efisiensi dalam penggunaan faktor – faktor produksi pertanian.
3. Pendekatan dari segi komoditi terutama komoditi – komoditi utama yang dihasilkan.
4. Pendekatan dari segi pembangunan daerah.
Selain itu, secara ekonomi makro pembangunan pertanian dapat dianalisa melalui tiga kerangka pemikiran, diantaranya :
1. Peranan pertanian dan pembangunan ekonomi.
2. Sifat – sifat ekonomi pertanian tradisional.
3. Proses ekonomi modernisasi pertanian.
Kerangka pemikiran yang pertama dan kedua adalah sama dengan pandangan sektoral sebagaimana telah disebutkan di atas. Sayangnya bagi negara kita teori – teori yang dikembangkan dalam bidang ini kurang mengena. Walaupun hubungan timbal balik antara sektor pertanian dan sektor – sektor di luar pertanian memang erat tapi tidak seperti yang ditemui di Jepang. Sektor industri di Indonesia tidak dapat dikatakan menggantungkan pada sektor pertanian dalam persediaan tenaga kerjanya. Industri masih terlalu kecil untuk berperan penting dalam menyerap kelebihan tenaga kerja dari desa. Masalah kelebihan tenaga kerja pertanian ini mau tidak mau harus dipecahkan oleh sektor pertanian sendiri. Menyadari sifat persoalan tenaga kerja ini, maka pemerintah makin memberikan tekanan pada pemberian subsidi ke kabupaten dan desa untuk menggiatkan pembangunan proyek – proyek yang dapat lebih banyak menyerap pertambahan tenaga kerja.
Pendekatan pembangunan pertanian dari segi komoditi terutama bersumber pada kenyataan peranan yang besar dari komoditi itu secara nasional atau bagi satu daerah tertentu misalnya karet, kopra, ternak dan lain – lain. Kelemahan dari pendekatan yang demikian nampak jelas bila kurang diperhatikan hubungan dan implikasinya dalam ruang lingkup yang lebih luas. Misalnya analisa persoalan beras yang terlalu dijuruskan pada tujuan swasembada dengan target – target tertentu akan mengakibatkan pemborosan sumber – sumber ekonomi bila tidak memperhatikan hubungannya dengan perkembangan perekonomian dunia. Juga efisiensi penggunaan sumber – sumber ekonomi untuk pembangunan nasional dan pembangunan daerah akan lebih tinggi bila analisa soal ekonomi dari komoditi – komoditi tertentu memberi perhatian yang lebih besar pada soal – soal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar